2025-08-02
SMP NEGERI 4 TARAKAN

Memanfaatkan kehadiran Asosiasi Pendidik Berperspektif Hak
Anak di Kota Tarakan, SMPN 4 Tarakan selenggarakan seminar Parenting Pengasuhan
Anak di Era Digital, Sabtu 2 Agustus 2025. Selain dihadiri Pengawas Pembina, Kepala
Bidang dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana
Kota Tarakan, hadir juga 74 perwakilan orangtua peserta didik. Kegiatan
dilaksanakan dengan lancar selama kurang lebih 2 jam.
Bekti Prastyani, Ketua Asosiasi, mengingatkan pentingnya
pengsuhan yang benar sebagai bagian partisipasi orangtua dalam pendidikan anak.
Pola asuh dan kebiasaaan di rumah adalah pondasi bagi sikap mental anak dalam
mengikuti pelajaran di sekolah.
“Enak ya, libur terus ga bangun. Bangun! Bangun!” adalah
salah satu ungkapan yang sering muncul di kalangan ibu - ibu di rumah. Ungkapan
semacam ini dapat berdampak baik positif atau negatif. Maksud orangtua
mengingatkan bahwa anak mereka harus tetap bangun pagi sebagai pembentukan karakter.
Meski demikian kadang ungkapan ini terasa menyesakkan dada pendengarnya meksi
tujuannya baik. Maka orang tua harus bijak dalam berbicara kepada anak - anak
mereka.
Orangtua juga harus menjalin komunikasi dengan anak secara
intens melalui berbagai media dan Bahasa. Misalnya anak baru pulang dari
sekolah, orangtua sebaiknya bertanya tentang perasaan mereka selama mengikuti
pembelajaran di sekolah. Hal ini akan membuat suasana hati lebih cair dan
relasi antara orangtua dengan anak menjadi lebih dekat.
Meski demikian orangtua juga harus menghindari beberapa
ucapan maupun tindakan yang dapat mengurangi keharmonisan relasi antara orangtua
dan anak. Misalnya kebiasaan orangtua memberi stigma kepada anak dengan nama seperti
si Gendut, Si Jelek, Tukang Makan, Pemalas, Cerewet, Anak tak tahu diuntung,
dll. Secara psikologis hal semacam ini akan menjadi luka batin bagi dan jika
terus dilakukan akan diyakini mereka akan menjadi seperti apa yang diungkapkan
setiap hari.
Selain itu tindakan seperti membanding-bandingkan dengan
anak kandung yang lain atau anak orang lain, juga akan memberikan trauma
psikologis bagi si anak. Dampaknya mungkin bisa terbawa hingga dewasa. Contoh kasus
seorang anak yang dididik dengan kekerasan dan cacian dia akan menjadi pribadi
yang suka melakukan kekerasan dan mencaci di sekolah. Hal ini terjadi karena di
alam bawah sadarnya meyaini bahwa hal itu lazim sebagaimana dia diperlakukan
oleh pola pengasuhan.
Dalam sambutannya, Kepala SMPN 4 Tarakan mengungapkan bahwa
pemberian stigma kepada peserta didik di sekolah oleh warga sekolah itu juga
akan berdampak negatif. Oleh karena itu beliau mengingatkan agar warga mulai dari
diri sendiri berlatih dan membiasakan untuk bertutur kata yang santun, bersikap
yang baik, dan berfikiran yang bijaksana. Tim Media_SMPN 4 Tarakan